Sabtu, 14 Januari 2012

Dia yang mengajariku Ilmu Antropologi selama 3 tahun. رحمه الله

Innaa Lillaahi Wainnaa Ilaihi Roojiuun. Umat Islam kembali kehilangan dan ditinggal pergi lebih dulu tokoh besar kedokteran Islam di negeri ini, Ustadz El Marzdedeq. Nama lengkapnya Ahmed Dien El Marzdedeq, DIM, AV. Beliau wafat pada Hari Sabtu, 14 Januari 2012 pukul 14:30 di Rumah Sakit Al Islam, Bandung.
Almarhum Marzdedeq adalah mahasiswa angkatan pertama Ma’had At-Thibb Al-Islami (MAI). Lembaga ini pertama kali didirikan pada 13 Maret 1958 di bawah Yayasan Asy-Syifa dengan nama Lembaga At-Thibb Al-Islami. Baru pada tahun 1965, dirubah menjadi Ma’had At-Thibb Al-Islami. Di sana beliau mengikuti kegiatan perkuliahan di MAI setingkat fakultas kedokteran. Di MAI, hanya menerima mahasiswa dari lulusan sekolah menengah atas, beragama Islam, dan aktivis. Baca berita dari banyak media. Tanpa browsing, tanpa loadingPowered By Kurio “Selain itu calon mahasiswa juga harus jauh dari perbuatan mungkar, khurafat, bid’ah, dan tahayyul,” ungkap Ustadz Marzdedeq saat masih hidup dalam suatu kesempatan wawancara dengan Majalah Hidayatullah tahun 2010 lalu di kediamannya. Anda mungkin bertanya, apa arti dari singkatan yang ada di belakang nama Ahmed Dien El Marzdedeq, DIM, AV? Menurut Ustadz Marzdedeq singkatan itu artinya Doctor Islamic Medicine (Dokter Pengobatan Islam). Sementara “AV” berarti Avasinolog. Gelar “DIM” untuk saat ini terbilang langka. Bahkan, boleh dibilang sudah tak akan lagi bisa dijumpai. Pasalnya, institusi yang mengeluarkan gelar ini, MAI, sudah hilang sejak tahun 1980-an. Almarhum Ustadz Marzdedeq sempat menceritakan bagaimana suasana belajar di MAI di masanya itu. DI MAI, dosen sebagai bapak angkat dan mahasiswa sebagai anak angkat. Di rumah dosen, mahasiswa itu dianggap keluarga dan anak dosen. Semua dosen di Ma’had At Thibb Al Islami dipanggil dengan sebutan “Al Ustadz” atau “Ummiy”. Hal ini menjadikan Ma’had At-Thibb Al-Islami menggunakan sistem Al-Jama’ah, menyontoh pendidikan di masa Rasulullah SAW. Untuk meningkatkan kualitas, Ma’had At Thibb Al Islami tidak menerima mahasiswa lebih dari 15 mahasiswa. Mahasiwa Ma’had At-Thibb Al-Islami tidak dipungut uang kuliah. Dididik selama 6 tahun. 1 tahun dibagi menjadi 2 semester. Kuliah dilakukan setiap hari kecuali hari Jum’at dan hari libur. Sayangnya, aktifitas ma’had ini tidak berlangsung lama. Baru melahirkan satu angkatan, sudah hilang ditelan zaman. Dari satu angkatan itu pun, hanya beberapa orang yang saja berhasil lulus dan mendapat ijazah dari Ma’had At-Thibb Al-Islami. Selebihnya, ada yang putus di pertengahan, ada juga yang memilih ikut ujian di kampusnya masing-masing. Sebagian mahasiswa MAI ada juga yang terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Di MAI, ilmu yang diajarkan sama seperti fakultas kedokteran lainnya, seperti Parasitologi, Anatomi, dan lain-lain. Bedanya di MAI, setiap semester mata kuliah agama Islam selalu mendapatkan porsi. Tidak cuma itu, di MAI dilakukan pengkajian tentang ilmu Awasin Al-Kayy yang diwariskan oleh Ahmad Ibnu Ruman, cendekiawan Muslim yang juga seorang thabib keturunan Persia dan Arab. Ibnu Ruman ia mengkaji Al-Kayy yang ia dapatkan dari seorang thabib dari Hadralmaut. Tetapi kemudian, api pembakar batangan Al-Kayy yang biasanya digunakan, ia ganti dengan cairan obat yang dapat meresap ke dalam tubuh. Untuk mempraktekan ilmunya itu, bersama seorang kawan, seorang dokter umum yang ia ajarkan Awasin Al-Kayy kemudian membuka sebuah klinik, Avasin Medical Center di Jl. H. Anwar No. 32 Bandung. Bulan Agustus tahun 2010 lalu, majalah Suara Hidayatullah berkesempatan bersilaturahim ke rumahnya di Cimahi. Pria kelahiran 72 tahun silam ini telah berpulang

Tidak ada komentar: